Senin, 05 Desember 2016

Kenapa Harus Ngeblog?

Kenapa harus ngeblog? Jawabannya gak tau. Mungkin biar bisa pamer masa lalu, atau biar bisa curhat colongan? Hahaa :D yaaa ngak segitunya juga kali. Aku ngeblog karna aku suka nulis, aku suka ngarang, aku suka cerita, aku suka kamu *nahlo .

Aku ngeblog karna aku mau nyalurin karangan aku yang biasanya aku tulisin di kertas ujian. Akhir akhir ini semua nilai ujianku luar biasa, dosen selalu tersenyum  tiap ngebacain hasil ujian aku. Bukan karna nilainya bagus, tapi karna yang aku tulis di kertas itu lucu. Semacam bikin baper dan tegang secara bersamaan. Eh bukan tegang, sebut saja berdebar .

Dari kecil aku hoby banget baca, bukannya sok pintar atau sok rajin, ya namanya juga buku cerita, anak SD mana coba yang gak suka? oke abaikan!
Berawal dari hoby aku yang suka buka buka situs cerpen dan ngerasa kalau cerita yang aku baca itu unik, aku jadi pengen nyoba bikin cerpen yang ceritanya ngena banget kayak cerpen yang udah aku baca sebelumnya.

Huruf demi huruf aku ketik sampai jari-jari berasa keriting tapi tetap aja ngak bisa jadi cerita yang pas. Baru selesai satu kalimat trus delete, kelar satu paragraf pas dibaca lagi eh ternyata ngak nyambung akhirnya delete. Akhirnya ada satu statement yang aku percaya, "ngarang cerpen ngak semudah ngarang bebas waktu ngejawab soal ujian"

Lupakan masalah cerpen, balik lagi ke situs situs dan ketemu website cerpenmu.com . Coba baca baca bentar dan akhirnya cocok. Semua cerpen terbaru udah aku baca, mulai dari genre cinta, komedi bahkan horor. Dari sini inspirasi mulai ditemukan.
Tiba tiba jadi pengen nulis tentang pengalaman. Semacam kegiatan yang disebut masa lalu yang tabu banget buat diingat tapi mau gimana lagi? Aku perlu bahan buat bikin cerpen. *tear

Balik lagi ke laman ngetik. Tangan mulai nekanin keyboad satu persatu dengan otak yang udah kemana mana. Mikir keras coba ingat ingat masa lalu yang sebenarnya udah aku buang ke pasar loak terdekat. Satu persatu kenangan balik lagi mutar mutar seenaknya di pikiran. Seandainya setelah diketik semua kenangan itu bisa langsung hilang , tapi faktanya kenangannya masih betah tinggal lama lama dipikiran, bahkan sampai bikin baper. *upps

Setelah beberapa saat disiksa kenangan akhirnya muncullah beberapa paragraf cerita. Beberapa kenangan sengaja dihilangkan, bukan karena telalu banyak untuk diceritakan, tetapi karena terlalu muak untuk dipublikasikan. Ah sudahlah yang penting satu karangan tercipta dan aku terbebas dari masa suram yang sudah lewat.

Begitulah secuil cerita tentang bagaimana blog ini bisa dibuat. Tujuan dari blog ini mungkin sebagai penampung kenangan dan moment yang tidak ingin diusir dari pikiran tetapi sebenarnya memang harus dilakukan. Selamat membaca cerpen cerpen lain yang mungkin agak ngawur dan ngak nyambung, selamat mikir keras :-D

Selasa, 29 November 2016

Aku, Kamu dan Kenangan

Aku menghela nafasku turun dari pesawat yang membawaku sampai ke tempat ini. Sebuah kota kecil yang sudah pernah kupijaki saat aku masih kuliah dulu, Ontario, Canada. Tidak terasa sudah lebih dari 3 tahun aku meninggalkan tempat ini dan akhirnya aku kembali lagi kesini pada hari ini. Sebenarnya semuanya masih sama, tempat ini masih menjadi salah satu destinasi wisata favorit di negara ini, hanya saja kali ini aku kembali sendirian, tidak bersama dengannya.

Aku berjalan sambil menyeret dua koper yang kurasa semakin berat untuk keluar dari Airport. Aku bersyukur cuaca tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin hari ini, karena aku tidak ada persiapan sama sekali dengan cuaca disini. Di depan pintu utama Airport terlihat driver taxi yang sudah sedari tadi menunggu kedatanganku. Ia bertugas mengantarkanku ke apartemen yang akan aku tinggali entah sampai kapan.

Namaku Diarien Yonata. Panggilanku Diar. Aku adalah seorang penulis. Aku sudah menulis berbagai cerpen dan novel yang sudah banyak ditemukan di setiap toko buku terkenal. Alasanku ada di tempat ini adalah karena aku ingin berlibur. Ya semua orang perlu itu bukan? Tetapi jika dipikir pikir lebih tepatnya aku disini untuk menghilang dari kenyataan hidupku yang sebenarnya. Aku merasa sebagai satu-satunya orang di dunia yang memiliki takdir tidak begitu baik karna aku sendirian. Orang tuaku? Entahlah. Aku tidak pernah tau mereka ada dimana. Sejak awal aku dititipkan di sebuah panti asuhan dan besar disana.

Semuanya baik-baik saja. Aku tidak pernah membenci hidupku dikarenakan Tuhan yang tidak memberi aku kesempatan untuk bertemu orang tuaku. Aku bahagia tumbuh di panti asuhan hingga aku sudah cukup umur untuk mandiri. Saat umurku 9 tahun aku sudah suka membaca, aku suka menulis dan mengarang. Aku mengungkapkan apa yang aku rasakan dengan tulisan. Aku lulus SMA dan mendapatkan beasiswa untuk kuliah ke luar negeri, tepatnya di sini, di Canada.

Seseorang menelponku saat aku baru membuka pintu apartemen. Dia adalah salah satu sahabatku yang berasal dari tempat ini. Ia hanya bertanya apakah aku sudah tiba atau belum dan mengajakku untuk bertemu nanti malam disuatu tempat. Ia mengatakan bahwa ia sangat merindukanku. Namanya Adeline. Ia akrab disapa Adel. Adel satu-satunya orang yang melihat kenyataan hidupku bersama dia. Kami kuliah di tempat yang sama.  Kami seangkatan.

Aku duduk ditepi sebuah danau yang sangat indah. Aku termenung. Aku seperti kembali ke masa lalu. Masa 3 tahun lalu dimana aku disini bersama dia. Waktu itu kami tertawa bersama. Bahagia sekali rasanya bisa melihat keindahan alam seperti ini dengannya. Dia Gladio Andreano, aku memanggilnya Gino. Lelaki yang aku temui dan dengan setia menemaniku selama aku kuliah di negara asing ini. Aku tersenyum. Seandainya dia ada disini bersamaku.

Aku pulang dan membersihkan diri untuk segera bertemu Adel. Aku keluar dengan payung di tangan. Malam ini gerimis mengguyur kota ini. Halte begitu sepi. Sudah 15 menit aku menunggu salah satu bus yang bisa membawaku. Hujan mulai bertambah deras. Dingin semakin kurasakan di malam pertama aku disini. Aku meletakkan tanganku di bawah guyuran hujan. Tiba-tiba seorang pria menyentuh pundakku dan menyadarkanku dari lamunan. Ia mengatakan bus yang kutunggu sudah datang.


Aku memasuki sebuah resto dan langsung mencari Adel. Kutemukan dia sedang asik melihat-lihat menu. Aku duduk berhadapan dengannya dan dia langsung berteriak memelukku. Ia terus mengoceh dan mengatakan banyak perubahan yang terjadi di diriku. Ia mengatakan aku semakin kurus dan memuji program dietku. Aku mendengarkan setiap kata yang ia keluarkan dan terkadang tersenyum. Sesaat kemudian atmosfer menjadi berubah karna dia menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan sebuah nama, Gino. Dia bertanya bagaimana kabarku setelah Gino pergi, apakah aku masih belum bisa melupakannya, apakah sudah ada pria beruntung yang bisa mengantikan posisinya di hatiku. Aku terdiam. Aku menarik nafasku dan tersenyum. Aku mengatakan bahwa tidak ada yang bisa menggantikannya, siapapun itu.

Aku pulang sendirian dengan menggunakan bus lagi. Kali ini aku tidak perlu menunggu lama. Aku kembali merenungi jawabanku dari pertanyaan Adel tadi. Aku masih ragu dengan jawabanku yang berkata bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menggantikan Gino dihatiku. Bus berhenti di tujuanku. Aku menuruni tangga bus dan melihat seorang pria tersenyum padaku. Dia adalah pria yang menyadarkanku dari lamunanku saat aku pergi tadi. Dia menghampiriku dan menyerahkan sesuatu. Ternyata dia menyerahkan beberapa kunci. Dan ternyata itu adalah kunci apartemenku yang terjatuh dari tasku saat aku akan naik ke atas bus tadi. Dia berkata bahwa dia akan menungguku kembali karena dia yakin aku akan kembali lagi untuk mencari kunci itu. Oleh karena itu dia tetap menunggu dan tidak beranjak sedetikpun. Aku merasa bersalah karena membuatnya menunggu terlalu lama. Dia menawarkan untuk mengantarkanku pulang ke apartemen dan akupun menyetujuinya.

Belum seberapa jauh dari halte, tiba-tiba hujan kembali turun dengan derasnya. Akupun menggunakan payungku bersamanya. Pria itu bernama Ravo. Dia mengatakan bahwa apartemennya tidak terlalu jauh dari apartemen milikku. Sesampainya di depan apartemenku ia berniat mengembalikan payung milikku tetapi aku menolak. Hujan masih sangat deras dan ia tidak menggunakan payung? Ah tidak masuk akal. Biarpun tempat tujuannya tidak jauh tetapi dia akan tetap basah kuyup jika tidak menggunakan payung. Aku memaksanya untuk membawa payung itu. Ia bisa mengembalikannya kapanpun ia mau. Ia pun akhirnya mengalah dan pergi. Aku langsung memasuki apartemen dan menghempaskan badanku di tempat tidur. Lelah sekali rasanya. Tidak berapa lama akupun terlelap.

Keesokkan harinya aku bangun pagi untuk sekedar bersepeda di sekitar kompleks apartemenku. Aku mengayuh sepedaku di bawah sinar matahari yang tidak terlalu cerah. Setelah beberapa kali berkeliling aku duduk di sebuah bangku di bawah pohon rindang, sejuk sekali. Aku memutar musik kesukaanku dengan earphone. Seseorang yang entah datang darimana duduk disebelahku. Aku cuek. Lagipula ini tempat umum, dia tidak harus meminta ijin padaku untuk duduk di bangku itu. Ia melambai-lambaikan tangannya di depan wajahku. Aku ingin memarahinya tetapi saat aku menoleh aku melihat senyum yang sudah kukenal, Ravo. Dia tertawa karna sukses membuatku kesal. Aku masih berpura-pura marah dan langsung menyeret sepedaku. Ia mengikutiku. Ia minta maaf karena ia mengira aku benar benar marah saat itu. Aku tidak kuat menahan tawaku melihat mukanya yang memelas dan menyedihkan. Aku mengatakan padanya untuk bertanggung jawab karena sudah membuat moodku berantakan di pagi ini. Dia setuju. Dia mengatakan akan mengajakku ke semua tempat tempat indah di kota ini yang mungkin belum pernah kukunjungi.

Seharian ini aku menghabiskan waktu bersama Ravo, seperti janjinya kemarin. Kami pergi ke tempat dimana tidak ada seorangpun yang aku kenal kecuali Ravo. Kami berjalan ke sebuah danau. Entah kenapa danau ini sangat-sangatlah sepi. Bahkan hanya kami berdua saja yang berada di sini. Ravo bercanda mengatakan ia telah membayar banyak untuk membuat danau ini menjadi sesepi ini. Ah aku tau dia berbohong. Mungkin memang tidak banyak yang mengetahui tempat ini atau mungkin karena ini terlalu sulit untuk dijangkau.

Hari kedua Ravo mengajakku camping. Kami berada di kaki gunung. Pemandangan yang indah sekali. Ada sebuah sungai kecil yang sangat jernih dengan ikan yang berenang kesana kemari. Kami mendirikan tenda masing masing dan menghidupkan api unggun di malam hari. Kami bernyanyi dan bercerita tentang diri masing-masing hingga larut malam. Aku memandang langit seakan ingin bercerita, sekarang kau melihatku tersenyum bukan?

Hari selanjutnya kami pergi berkeliling kota, kami mengabadikan setiap moment bersama. Berjalan mengelilingi taman, bersepeda, memberi makan burung-burung yang terbang bebas dengan ceria, menikmati ice cream, membeli barang-barang unik yang terlihat menarik, ini sungguh menyenangkan. Sudah lama rasanya aku tidak tertawa sebebas ini.
Jam dindingku menunjukkan pukul 8 malam. Aku menenteng tas belanjaku dan meletakkannya di meja samping tempat tidurku. Aku membaringkan badanku dan mulai membuka satu persatu tas belanja yang kubawa tadi. Aku menemukan foto-fotoku selama mengelilingi kota seharian ini. Aku menemukan fotoku bersama Ravo dengan pose yang sangat konyol. Lama aku tersenyum memandangnya hingga aku tersadar bahwa senyuman telah mengukir wajahku akhir-akhir ini karena Ravo. Aku bahkan hampir tidak  pernah mengingat nama Gino. Bagaimana ini? Aku tidak mungkin  mencintainya. Gino, apa kamu tau bahwa aku memiliki rasa yang berbeda jika bersama Ravo? Oh kuharap kau tidak tau. Aku sudah berjanji untuk tidak pernah melupakanmu walaupun akhirnya kau meninggalkanku. Maafkan aku. Tidak terasa air mataku jatuh lagi malam ini.

Pagi-pagi sekali aku sudah mengirimi sms kepada Ravo untuk tidak menjemputku. Aku mengatakan hutangnya sudah lunas karna itu ia tidak perlu menemaniku untuk keluar lagi. Aku menyesal telah melibatkan ia di hidupku. Aku akan menyendiri untuk hari ini. Aku tidak akan berbohong. Aku berjani padamu bukan? Aku akan tetap menjaga rasa ini untukmu. Tetap setia bersamaku ya?

Aku tertidur di sofa dan handphoneku berbunyi. Dari Adel. Dia mengatakan bahwa ia sudah berada di depan apartemenku saat ini. Aku melirik jam. Sudah tengah hari. Aku membuka pintu apartemen dan Adel langsung masuk. Ia menertawakanku karena belum mandi sedari pagi. Ia memaksaku masuk ke kamar mandi dan menyuruhku secepatnya membersihkan diri karena ia akan mengajakku mengelilingi kota. Aku tersenyum, sepertinya aku tidak harus mematahkan semangatnya dengan bercerita bahwa kemarin aku sudah cukup puas mengelilingi kota ini bersama Ravo.

Selama di perjalanan Adel menceritakan apa yang dilakukannya selama beberapa hari terakhir sehingga Adel tidak bisa menemaniku. Ia mengatakan atasannya memberinya banyak pekerjaan rumah. Adel bertanya apa yang aku lakukan selama beberapa hari ini. Aku tidak bisa menyembunyikannya lebih jauh. Lagipula aku sepertinya perlu seseorang yang bisa ku ajak bercerita.

Aku menceritakan seseorang mengajakku keluar beberapa akhir ini. Kami menghabiskan beberapa hari ini berdua, hanya berdua saja. Adel mengejekku karena aku bercerita sambil sembari tersenyum. Dia mengatakan bahwa aku jatuh cinta kepada orang yang telah menemaniku. Aku sengaja tidak memberi tau namanya kepada Adel. Aku pikir itu tidaklah penting dan sepertinya Adel tidak terlalu ingin tahu tentang siapa dia.

Adel sudah menunggu sambil berbaring di tempat tidurku. Hari ini ia mengajakku pergi lagi. Kali ini kami akan pergi untuk berbelanja. Ia mengatakan hanya dengan berbelanja ia bisa melupakan segala hal yang membuatnya stres akhir-akhir ini. Pekerjaannya menumpuk, atasannya sering marah-marah karena banyak karyawannya cuti. Aku memoles bedakku secara perlahan dan tiba-tiba ada seseorang memencet bel di luar. Aku menyuruh Adel untuk membukakan pintu tetapi ia mengatakan bahwa ia sedang malas untuk bangun dari tempat tidurku. Akhirnya akupun membuka pintuya dan melihat Ravo. Aku bingung kenapa ia tidak menghubungi lebih dulu sebelum kesini. Lalu ia menunjukkan sesuatu, payung. Ya payungku yang aku pinjamkan saat hari pertama kali kami bertemu. Ravo ingin mengembalikannya dan ingin mengajakku keluar tapi aku berkata bahwa aku sudah ada janji dengan sahabatku. Iapun memaklumi dan berkata bahwa ia akan datang lagi besok.

Ravo datang keesokan harinya dengan membawa bunga mawar putih. Kami pergi ke sebuah cafe yang sangat romantis. Ia berkata bahwa hari ini dia sangat bahagia, sepertinya langit sedang secerah hatinya hari ini. Ravo menanyakan tentang novelku. Dia berkata bahwa ia ingin membaca novel terbaruku. Aku ingin membuat novel pendek tentang pertemuanku dengannya dan aku berjanji. Ia tersenyum. Adel menelponku dan mengatakan bahwa ia mempunyai kabar baik dan besok ia akan menceritakannya. Aku penasaran. Sepertinya kabar baik ini sangat berarti untuk Adel.

“Aku akan menikah”, teriak Adel saat memasuki pintu apartemenku. Dia terlihat sangat bahagia. Aku turut senang. Akhirnya salah satu dari kami akan melepaskan masa lajang. Ah seandainya kamu tidak pergi bukankah kita yang lebih dulu ada di posisi ini? Aku tau bagaimana bahagianya Adel  sekarang, tetapi ia tidak terlalu memperlihatkannya, mungkin ia menjaga perasaanku yang masih trauma akan pernikahan.

Sekali lagi aku mengingat kenangan yang hampir kulupakan. Hari itu, hari dimana perubahan pada takdirku terjadi. Kamu akan datang untuk pernikahan kita yang akan berlangsung dua minggu lagi. Undangan telah disebar, tempat, catering, dan semua hal yang diperlukan sudah disiapkan oleh wedding operation yang sudah turun temurun menangani pernikahan keluarga kita. Pagi pagi sekali aku sudah bersiap untuk menjemputmu di bandara. Aku memesan taksi lewat telepon untuk menjemputku di apartemen. Kuletakkan gagang telepon dengan seulas senyum di bibir. Sepuluh menit lagi taksi akan menjemputku. Aku memasuki kamar dan tiba-tiba telepon berdering lagi.

Kuabaikan gagang telepon dan langsung berlari keluar. Aku tidak memikirkan taksi yang akan menjemputku sepuluh menit lagi, itu terlalu lama. Aku berlari mendekati jalan raya dan menyetop taksi yang lewat, sekitar tiga dan empat taksi melewatiku, mungkin karena di dalamnya ada penumpang. Setelah sekian banyak akhirnya aku mendapatkan taksi itu. Aku menuju bandara dengan hati yang tidak tenang. Pesawat yang membawamu dikabarkan jatuh ke lautan lepas dan belum ditemukan. Itulah akhir dari cerita kita. Bahkan kenanganpun serasa hilang dan pergi secara perlahan meninggalkanku.

Adel menunjukkan foto gaun pernikahannya, ia mengatakan bahwa konsep pernikahannya terinspirasi dari ide pernikahanku dulu. Ia melihat wajahku seketika muram. Ia menghiburku, mengatakan bahwa ini bukanlah akhir, ini adalah sebuah awal. Adel tersenyum sambil memegangi pundakku. Aku mengalihkan topik pembicaraan dengan mengatakan bahwa aku belum mengetahui calon suami Adel, bahkan namanyapun belum pernah disebutkan oleh Adel. Mendengar itu Adel tertawa, ia berjanji akan mengajakku makan malam bersamanya nanti.

Aku duduk di kursi kosong yang telah dipesan oleh Adel. Musik romantis mengiringi kesendirianku. Sepertinya aku datang terlalu awal. Jam tanganku menunggukan pukul setengah delapan lewat lima belas menit. Padahal Adel sudah mengatakan bahwa ia akan datang jam delapan tepat. Aku mulai bosan dan memainkan handphoneku. Membuka chat chat lama yang belum ku hapus, aku tersnyum saat melihat nama Ravo. Aku membaca semuanya dari awal. Terkadang aku tersenyum dan bahkan tertawa kecil. Pelayan dan pegunjung resto  menatapku aneh.

Pintu terbuka dan kulihat Adel masuk dengan menggenggam tangan seseorang. Dengan sekali  lirik dari kejauhan  aku bisa melihat lelaki itu keren. Aku menatap mereka yang semakin dekat. Ku usap usap mataku. Aku mengenali lelaki itu. Lelaki itupun sepertinya menyadari bahwa itu aku, tapi ia terlihat santai, seperti tidak ada beban. Dengan rona bahagia adel  duduk di kursi tepat di depanku, terdengan samar dia menyebut nama lelaki yang bersamanya, calon suaminya. Ravo, ya lelaki yang bersama Adel adalah Ravo, pria yang akhir akhir ini menjadi orang yang cukup berarti untukku.

Pandanganku semakin buram menghadap kedepan. Pikiranku sama sekali tidak menangkap apa yang dikatakan oleh adel. Perasaan ini seperti runtuh kembali. Lagi. Apa harus aku lagi? Apa aku memang tidak ditakdirkan bahagia? Apa aku harus seperti ini terus? Aku berlari keluar restoran tanpa memikirkan Adel yang mengkin kebingungan dengan sikapku yang tiba tibah menjadi aneh. Aku menahan tangisku tapi sepertinya mata ini benar benar lelah untuk membendung segalanya. Berdiri aku dibalik sebbuah tembok besar mengeluarkan segala sesal yang ada di dalam hati.

Pagi pagi sekali aku duduk di kursi taman dan meletakkan sebuah botol berisi surat. Sebuah permintaan kecil untuk orang orang yang aku sayang yang mungkin berada di kota indah ini. aku melemparkan botol tersebut ke arah sungai kecil yang ada di hadapanku. Kupejamkan mataku dan tersenyum “Mungkin memang bukan takdirku, hidupku masih panjang, ada atau tanpa kamu dan dia hidupku tak kan pernah berhenti”

Kulangkahkan kakiku meninggalkan taman, kulihat sekali lagi undangan pernikahan Adel dan Ravo yang sedari tadi kugenggam. Sore ini mereka berdua akan melaksanakan janji suci mereka menjadi pasangan suami istri. Aku tersenyum, di dalam hati aku berdoa agar mereka bahagia. Aku percaya Ravo adalah lelaki yang sangan baik, Adel akan baik baik saja bersamanya. Sebuah taksi lewat dan aku menyetopnya. Aku memasuki taksi dengan tekat bahwa aku tidak harus selalu bersedih. Kenangan yang ada akan aku tinggalkan disini. AJku ingin memulai hidupku lagi dari awal, mencoba mencintai dan dicintai. Tujuanku adalah bandara, aku pulang. Aku tinggalkan segala hal tentang Gino dan Ravo disini. Aku hanya ingin kota ini yang mengingatnya, bukan aku :-)

Karena Aku Wanita

Aku bingung mau mulai darimana. Aku bingung mau ceritain ini gimana. Yang aku tau dan yang aku ingat, kita sangat sangat dekat, bahkan sampai saat ini, sampai aku merangkai kata-kata di dalam tulisanku ini.

Cerita ini berawal saat aku memasuki tempat ini, tempat dimana kita pertama kali bertemu, tempat dimana kita menentukan mau jadi apa kita nantinya. Secara kebetulan atau entah karena takdir kita memasuki kelas yang sama. Setiap hari kita bertemu dan terkadang kita hang out atau sekedar menghabiskan akhir pekan untuk mengerjakan tugas tugas-kelompok.

Awalnya kita sekedar teman biasa, menghabiskan waktu bersama dan hanya sebatas teman sekelas, tidak lebih. Tapi siapa yang tau bahwa rasa ini tiba-tiba tumbuh dan tidak bisa ku kontrol? Aku tidak mengerti rasa ini apa, aku bahkan tidak mengerti bagaimana aku bisa memilikinya. Aku hanya mengira rasa ini hanya sekedar karna mengagumimu.

Aku berusaha mengabaikan rasa canggung yang tiba tiba mengusik disaat aku bersamamu. Aku bersikap biasa saja padahal desiran hati ini semakin terasa mengganggu. Aku bingung . Kita bahkan tidak pernah membahas hal hal yang bersifat pribadi dan kita belum pernah pergi hanya berdua. Bagaimana bisa aku bahkan tidak mempu menahan rasa ini muncul.

Hey kamu, taukah kamu bagaimana aku bisa menyembunyikan ini bahkan sampai hari ini? Sudah dua tahun sejak kita bertemu dan semuanya tidak berubah, kita masih berteman dan masih sama seperti dua tahun lalu. Mungkin menunggu selama dua tahun memang belum ada apa-apanya untukmu. Dan mungkin di luar sana masih banyak yang menunggu bahkan lebih dari ini. Aku akui aku tidak pernah setegar ini sebelumnya. Aku belum menyerah bahkan sampai sejauh ini pun sulit untuk aku percaya. Apa sebesar ini rasaku untukmu?
Aku mungkin hanya gadis bodoh, menunggu orang yang bahkan tidak pernah melirik kearahku. Aku terlalu keras kepala, aku egois karna aku ingin memilikimu. Aku ingin mengakui semuanya, tapi aku takut. Aku hanya tak ingin hubungan kita yang baik-baik saja selama ini berubah. Tapi itu hanyalah salah satu alasanku. Alasan utamaku adalah karena aku seorang wanita. Aku tidak dilahirkan untuk mengejar dan memulai lebih dulu. Masa bodoh tentang emansipasi dan hidup dijaman apa aku ini. Aku hanya tidak terbiasa untuk itu. Aku ingin menghormati kodratku dan menjaga harga diriku. Gengsi? Tidak sama sekali. Aku cukup menjatuhkan diriku sendiri dengan mengagumi dan ingin memilikimu, aku tidak ingin menjatuhkan diriku lagi lebih dari ini.

Sejauh ini aku bahagia kita begini, aku memang ingin memilikimu tapi tak pernah berharap itu akan jadi kenyataan. aku bisa melihatmu setiap hari, mendengar suaramu bicara padaku dan melihat senyummu setiap aku muncul di depan pintu masuk kelas kita, itu sudah lebih dari apa yang aku impikan. Aku memang pengecut, tapi aku juga sadar akan diriku sendiri, aku terlalu berani karna sudah memiliki rasa ini, bagaimana bisa aku memaksamu untuk memiliki rasa itu juga, aku tidak sejahat itu. Cukup dengan seperti ini dan selalu begini. Terimakasih karna sudah pernah ada di hidupku, terimakasih karna sudah membuatku memiliki rasa ini.

Theodora Dayanti I.R.M
28 Juni 2016

Rabu, 13 Juli 2016

All About Friends

Pernah ngak sih kalian punya temen yang gilanya lebih dari orang-orang yang tiap hari tinggal di rumah sakit jiwa? Kalau aku pernah. Dan bahkan aku sendiri terlibat di dalam kegilaan itu. Kita berlima, dengan empat spesies yang cantik, aku, Shely, Ria dan Lia serta satu lelaki terspesial, Ardie.

Semuanya berawal dari hari pertama kali kuliah, setelah kita ngelewatin banyak kegiatan melelahkan. Mulai dari pendaftaran , tes tertulis, tes wawancara, ospek, dan masih banyak lagi. Awalnya kita ngak pernah ketemu dan ngak kenal sama sekali. Secara kebetulan kita ditempatin dikelas yang sama. Nah dikelas ini semuanya berawal. Sempat terjadi sinis-sinisan saat kita saling menatap. Entah kenapa, mungkin karena kita saling merasa tersaingi.

Semua orang sibuk, ada yang kenalan, mengeluh, bergosip, bahkan selfie. Dan aku termasuk di salah satunya. Seseorang menyindir dengan keras, tapi aku abaikan, mungkin dia sirik.  Masuk di mata kuliah kedua, tempat duduk kita berdekatan. Seseorang dari kita mulai berkenalan duluan. Suasana mencair, aku ingat suaranya, dialah yang menyindirku dengan suara keras di mata kuliah pertama tadi. Namanya Ria, dengan badan tinggi berisi dilengkapi rambut yang panjang dan lurus, entah berapa lama dia memanjangkan rambut itu. Kita mengobrol dan aku tidak mengerti bagaimana bisa kita tiba tiba selfie bersama.

Pulang kuliah di hari pertama, aku dan salah seorang dari kita yang sudah menjadi kenalanku sejak SMA pulang bersama. Dia Shely, satu satunya temanku yang selalu mengeluh gendut padahal sudah terlihat kurus, badannya paling seksi, dengan rambut pendek sebahu. Aku berniat untuk tidak pulang kerumah terlebih dahulu. Maklum saat itu jiwa-jiwa SMA kita masih kuat. Muncullah Ria bersama salah satu dari kita. Lia, badannya paling subur, rambut ikal tetapi tak terlihat karena berhijab dengan sifat keibuan. Bagaimana aku bisa tau rambutnya ikal jika dia berhijab? Karna saat awal kuliah dia belum berhijab, rambut ikalnya terlihat sebatas bahu.

Salah satu dari kita mengusulkan untuk kerumah Ria jika belum mau pulang kerumah. Semua setuju. Dirumah Ria kita saling mengakrabkan diri, bertanya lebih ke hal yang bersifat pribadi. Entah kenapa aku bahkan melupakan konflik tentang menyindir dan kurasa kita cocok.

Kuliah hari kedua, kita sudah saling mengakrabkan diri, kita berempat berkumpul bersama di kantin kampus. Tiba-tiba salah satu dari kita muncul. Ya satu-satunya gender berbeda di antara kita, Ardie. Keras kepala, sulit berteman, berjiwa pembangkang tapi bisa bersikap lembut dan terkesan imut saat sedang ada perlunya. Ya dia satu satunya lelaki diantara kami, dan terkadang dialah yang sering bersikap sok manja. Saat itu fakta baru ditemukan. Ternyata Ria, Lia dan Ardie adalah saudara sepupu.     Wajar jika mereka terlihat lebih dekat. Dan yang lebih mengejutkan lagi banyak yang mengatakan bahwa aku dan Shely adalah kembar. Karena pada saat itu rambut kami sama-sama pendek sebahu.

Oke, aku rasa cukup untuk flashbacknya. Sampai saat ini kita sering menghabiskan waktu bersama, kekantin, hang out, berenang, ngerjain tugas, nge-trip, ngegosip, ngetawain orang lain, dan banyak hal yang tidak bisa aku jelaskan disini. Kita itu sama, selera humor kita tingkatnya sama, sesuatu hal kecil yang bahkan orang lain tidak mengerti dimana letak kelucuannya tetapi kita bisa, kita tau dimana lucunya. kita bahkan sering tertawa dengan keras disebelah orang yang kita tertawakan. Kita mengeluarkan cerita yang bersifat pribadi dengan suara nyaring, dan akhirnya satu kelas bisa tau bagaimana jalan cerita cinta kita, bahkan tau masalah apa yang kita hadapi dan tau nama pacar kita saat itu siapa, walaupun mereka tidak tau orangnya seperti apa.

Banyak dari mereka yang mengatakan “kok kalian kayak anak SMA sih, yang kemana-mana selalu sama-sama, kayaknya teman kalian cuma itu-itu aja” emangnya salah ya? Emang kalau kuliah ngak boleh gitu temennya kesana sini sama-sama? Sebenarnya ini tergantung dari orangnya, selama kita ngak keberatan buat kayak gini ya ngak masalah, setiap orang kan beda-beda.

Mungkin banyak juga yang bilang kalau keseringan sama-sama jadi ngak punya kepribadian. Itu salah besar, kita punya banyak kesamaan dan kita juga punya sifat unik masing masing yang bisa saling kita terima. Ria itu orangnya ngak pernah mau disalahin dan kita tau itu, jadi kalau udah berdebat sama dia ya mendingan ketawain aja, ujung ujung juga dia ngak jadi marah. Shely orangnya suka sensi, sensi sama orang lain tapi dilampiasin kemana-mana, kalau udah gitu ya mending diam aja, ntar dia juga bisa baik lagi. Kalau Lia orangnya banyak tanya, satu kata aja bisa menimbulkan sekitar 11 atau 12 pertanyaan, ya disabar sabarin aja jawabnya. Ardie itu pilih kasih. Misalnya dia punya permen banyak trus dipamerin tapi yang dikasi dia permen cuma 1 orang, yang 3 lainnya ngak , nampak banget ngak sih?

Itu versi kita, dimana kita udah tau gimana kekurangan masing-masing dan kita bisa nerima itu. Temanan itu kalau kita sama-sama senang berteman dengan mereka, tapi kalau ada salah satu yang nganggu kamu dan itu fatal banget mendingan ngak usah dilanjutin. Cerita kita cukup kita yang ngerasain, bahagia kita berbeda. Mereka yang bisanya cuma ngejudge bisa apa? bisa ngomong doang?




Theodora Dayanti I.R.M
29 Juni 2016

Cerita "20" Tahun

20 Tahun. Dimana kita lagi seru serunya ketemu temen baru, suasana baru, tempat baru yang belom pernah kita temuin, tanggung jawab sama kerjaan, tugas tugas numpuk yang bikin tidur larut malam, hang out sama temen sampai ngak ingat waktu, pulang diatas jam 9 yang saking biasanya sampai udah ngak jadi tabu lagi buat anak cewek. Ya itu semua yang dirasain di tahun ke 20 ini.
Awalnya kamu mungkin ngerasa ini akan jadi kebahagiaan baru yang akan kamu dapat setelah lulus SMA. Dimana kamu akan bebas dari segala hal yang kamu benci selama 12 tahun sekolah trus keluar dari keinginan orang tua kamu dan mulai mutusin bakal jadi apa kamu nantinya. Gimana? Menarik kan?
Tapi faktanya 20 tahun ngak semudah ngedeskripsikan kegiatan barusan. Dibalik itu semua kamu akan benar benar sendiri, nentuin jalan hidup kamu sendiri, bahkan diluar sana banyak yang hidup dengan perjuangannya sendiri. Gapai semua mimpi itu ngak sesimple kamu ngucapin “Nanti pas aku udah lulus aku bakal jadi ini jadi itu, aku pengen gini pengen gitu, aku bakal kesini bakal kesitu”
Banyak kok mereka yang malah pengen balik lagi jadi anak sekolahan. Tiap pagi kamu bangun dengan terpaksa tapi seengaknya kamu punya satu tujuan, “Sekolah”. Nah ini yang biasanya jadi dilema. Kalau yang kuliah bangun pagi buat kuliah, kalau yang kerja bangun pagi buat kerja, tapi kalau yang nganggur? Oke, mungkin kamu berfikir justru enak dong, kan jadi ngak perlu bangun pagi lagi karna ngak ada tujuan. Tapi coba kamu fikir lagi deh, kalau cuma buat sehari , seminggu atau sebulan mungkin kamu akan bersyukur, tapi kalau sampai berbulan bulan atau bahkan setahun? bosan ngak sih?
Biarpun mungkin ada yang ngerasa biasa aja tapi seengaknya pasti sempat mikirin, mau sampai kapan kayak gini terus? Mau sampai kapan hidup ngak ada tujuan? Ujung ujungnya jadi keinget masa masa sekolah trus jadi flashback lagi.
Pernah ngak sih nemuin anak sekolah yang biasanya suka ngeluh pengen cepet cepet lulus biar ngak sekolah lagi? Pasti pernah kan. Mungkin yang mereka bayangin kalau udah lulus bisa bebas, ngak perlu ngerjain tugas, ngak perlu tidur tepat waktu, ngak perlu bangun pagi, dll. Padahal mereka belom tau gimana rasanya kalau udah ngak sekolah, bahkan mereka bakal rindu sama sekolah.
Kenapa pengen cepat lulus sih? Nikmatin aja, hidup setelah lulus SMA itu ngak seperti khayalan kamu atau kayak hidup anak SMA di film yang pernah kamu tonton. Itu akan jadi lebih sulit dari yang kamu kira, bahkan jauh lebih sulit dari bangun pagi, ngerjain tugas sebelum bel bunyi dan lebih
sulit lagi dari upacara bendera tiap hari senin. Masalah yang kamu temuin pas kamu masih jadi anak sekolahan itu belom ada apa apanya dibandingin masalah yang akan kamu temuin pas udah lulus. Semua beban yang ada bakalan nambah, bahkan lebih berat dibandingin sebelumnya. Jadi bersyukurlah kalau kamu masih bisa sekolah atau masih di jenjang sekolah saat ini. Jalanin selama kamu belom menyesal atas apa yang udah kamu jalanin. Nikmatin selagi kamu masih bisa nikmatin.

Theodora Dayanti I.R.M
28 Juni 2016

Kamis, 23 Juni 2016

Rindu

Saking banyaknya kegiatan yang kita lakuin sama sama, kesannya kayak ada yang kurang gitu pas ingat kalau sekarang kita udah gak bisa lakuin itu sama sama lagi. Kita sekarang udah beda. Kamu menjauh dan pergi gitu aja sampai kita gak bisa ketemu lagi kayak sekarang.
Kata temen temen aku, "Ini cuma cobaan, Tuhan pengen liat sejauh mana kamu bisa sabar dan ikhlas. Ibaratkan aja pas kamu masih kecil punya mainan yang kamu suka, tapi tiba tiba pas kamu lagi asik main, mainan kamu malah rusak parah, trus kamu mau nangis gimanapun juga mainan itu gak bakal bisa bener lagi kayak semula. Kamu pasti harus beli mainan baru lagi kan?" Iya, aku tau ini cobaan, aku juga udah berusaha sabar dan ikhlas kok, tapi apa sih yang bisa mereka rasain? Tau apa sih mereka gimana rasanya jadi aku sekarang? Mereka pikir semudah itu gitu lupain kamu? Lupain kenangan dan segala hal tentang kita? NGAK! Kalau cuma ngomong mah semua orang juga bisa.
Kadang juga berasa aneh gitu pas ngeliat handphone sepi, padahal udah ditinggal berjam jam, tapi tetep aja gak ada notif sama sekali. Biasanya cuma ditinggal berapa menit aja udah banyak sms masuk, panggilan yang gak dijawab, atau masih banyak lagi notif dari sosmed. Itu dulu. Pas masih ada kamu. Pas masih ada yang nyariin. Pas masih ada yang khawatir kalau aku gak ngabarin. Kalau ingat yang gituan mah gak usah ditanya lagi rindunya kayak apa. Rindu serindu rindunya lah. Dulu kita juga sering pergi bareng, ngerjain tugas bareng, bahkan sampai ngebully orang bareng.Kalau ingat itu bisa bikin senyum senyum sendiri, jadi makin berasa kehilangannya.
Makin hari aku kayak berasa diperlakukan gak adil gitu sama Tuhan. Kenapa harus aku? Apa gak ada yang lain lagi? Kenapa harus disaat yang gak tepat? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang pengen aku tanyain. Aku bener bener gak siap waktu itu, yaiyalah kamunya aja pergi gitu aja tanpa bilang bilang, siapa coba yang terima digituin? Semua cewek juga pasti ngerasain sakitnya gimana kalau ditinggal gitu aja pas lagi sayang sayangnya. Aku bahkan gak nyangka sama sekali ini bisa terjadi sama hubungan kita. Padahal semenjak kita pacaran kamu kayak gak bisa kehilangan aku. Tapi tau taunya? Kamu jahat!
"Ah udahlah lupain aja, life must go on", sempat berpikir kayak gitu sih, tapi baru sehari nyoba tetap aja gak bisa. Semua hal yang aku lakuin selalu berhubungan sama kamu. Ujung ujungnya keingat lagi, sedih lagi, nangis lagi. Sesulit ini ya ternyata. Emang bener kata orang kalau sesuatu akan lebih berharga disaat udah gak ada. Niatnya mau punya hidup yang lebih baik eh malah makin terpuruk. Aku mau semuanya kembali kayak dulu, kita bisa sama sama lagi, seneng seneng lagi, gak ada sedih sedihan lagi, gak ada air mata lagi. Jujur aku capek! Mau sampai kapan kayak gini? Sampai mati?
Kamu tau? Tiap hari, tiap jam bahkan tiap detik , aku tu berasa kayak pengen ngubungin kamu, pengen nanyain kabar kamu, pengen tau apa aja yang kamu lakuin seharian ini. Tapi aku bingung gimana caranya. Lewat sosmed? Apa iya kamu punya akun sosmed? Atau lewat surat? Tapi alamatnya aku tulis gimana? Surga?
 

Night!

Ini dia! Kegelapan malam yang diterangi senyum rembulan lengkap dengan maraknya bintang gemerlap. Malam akan terasa lebih sepi tanpa mereka, itu bagiku. Tidak satupun malam yang cerah berlalu begitu saja tanpa aku menikmatinya. Damai, sejuk, tenang. Saatnya melupakan semua aktivitas melelahkan dan rutinitas yang membosankan yang harus kujalani selama seharian penuh. Aku tidak bercanda, aku benar-benar merasakan dahsyatnya hipnotis langit malam terhadap diriku. Langit itu telah membawaku masuk kedunianya sehingga aku tidak terbebani dengan semua masalah hidupku sejenak. Aku telah jatuh cinta kepada pesona langit malam. Berbeda denganmu. Kamu tidak terlalu menyukai malam. Dinginnya malam membuatmu merasa tidak betah. Kamu lebih suka memandang kilauan sunset dibanding bulan dan bintang. Kenapa sunset? Entahlah, mungkin menurutmu sunset lebih indah. Sama seperti kamu yang tidak pernah memandangku karna aku memang tidak lebih indah dibandingkan mereka, teman-teman wanitamu.

Aku bingung ingin menceritakan ini mulai darimana. Yang aku ingat, aku mengagumimu semenjak dulu sekali. Bahkan aku lupa persisnya kapan. Setiap hari di setiap malan tepatnya, aku selalu bercerita pada langit tentang semua yang ada padamu. Bagaimana kita bertemu, bagaimana aku bisa menyukaimu, bagaimana hari-hariku ada atau tanpa kamu. Semuanya tentang kamu. Aku bercerita kepada mereka karna aku terlalu takut untuk bercerita kepada teman-temanku dan orang lain.

Kamu tau, kamu bagaikan malam yang aku kagumi. Bintang dan bulan yang senantiasa menemaniku dengan setia di setiap malamku tetapi mereka semua terlalu jauh, terlalu sulit untuk kugapai. Aku hanya bisa memandang mereka dari kejauhan, layaknya aku yang hanya bisa melihat punggungmu dari kejauhan tanpa kamu ketahui. Aku pengecut? Ah terserahlah. Bukan berarti aku mengagumimu aku juga harus memilikimu kan? Aku hanya ingin menikmati indahmu tanpa harus kamu ketahui. Aku sudah cukup dengan itu, tak pernah ingin lebih, tak akan pernah, karena aku tak ingin terlalu memaksakan keadaan yang ada. Aku sadar akan diriku sendiri. Mungkin aku kurang pantas memilikimu. Bahkan mengagumi dirimupun aku sudah sangat tidak pantas. Aku cuma hamparan tanah yang selalu diabaikan, diinjak-injak dan pastinya diperlakukan tak adil. Jauh berbeda denganmu bukan? Kamu adalah langit dan seisinya yang membuat semua orang jatuh cinta akan keindahannya. Kamu terlihat lebih bercahaya dibandingkan bintang yang lain. Semakin hari semakin terlihat lebih terang dan lebih mempesona.semakin sering juga membuat aku bertanya tanya, "Apakah aku berhak memiliki rasa ini?"

Kenangan Bersamamu

Pagi senin :) pagi yang aku tunggu setelah 2 hari yang lalu aku merubah gelar lajangku menjadi berpacaran :)
Tak sabar rasanya kulangkahi kaki ini untuk memasuki ruanganku , ruangan yang mempertemukan aku dengannya , lelaki yang berhasil meluluhkan hatiku dengan senyumannya :) bahkan pagi inipun kulihat senyum itu , senyum yang membuyarkan konsentrasiku mengerjakan soal ulangan akhir akhir ini :D

Dia , dia si pemilik senyum itu adalah adik kelas yang saat itu menjadi pacarku :D . Dia periang dan lucu , itu yang aku suka darinya :)
Dia punya banyak cara untuk membuatku tersenyum dan membuatku merasa nyaman berada di dekatnya :)
oh , mungkinkah ini bahagia ? Indahnya... :)

Setelah sekitar 2 bulan menjalani hubungan yang indah itu sikapnya mulai berubah . Sudah jarang terlihat lagi senyum itu , senyum yang biasanya diperuntukan hanya untuk aku :( kemana ? Kemana senyum itu ?
Dia yang dahulu selalu ada mulai berubah cuek dan masa bodoh dengan hubungan kami . Di awal aku masih mampu bertahan . Aku mengalah di setiap masalah , aku berusaha untuk tegar karna aku tak ingin hubungan ini berakhir , andai saja dia tau aku begitu menyayanginya , aku tak ingin kehilangannya , kehilangan senyumnya :(
Tapi sekuat kuatnya aku bertahan , aku tak kan mampu berjuang sendirian , aku hanyalah manusia lemah :(

Perlahan lahan aku berusaha untuk mencoba melepaskan , mencoba untuk tidak mengabarinya agar aku bisa lebih terbiasa nantinya .
Aku terlalu lelah berjuang sendirian . Aku ingin tau seberapa besar rasanya itu untukku , tapi ternyata rasa itu tidak sebesar rasaku untuknya :(
Hingga malam itu datang , malam 17 agustus 2013 , dengan mudahnya ia putuskan hubungan ini . Hubungan yang sudah terjalin 2 bulan 7 hari lamanya .
Sakit ? Iya , sakit sekali :(
Ingin rasanya ku caci maki dia , tapi apalah dayaku ? Aku terlalu menyayanginya :(
Aku tak ingin melukai perasaannya seperti dia melukai perasaanku :(
Aku hargai keputusannya , aku rela ! Aku tau keputusannyalah yang membuat dia bahagia .

Hari-hari selanjutnya tak pernah lagi kulihat senyum itu , senyum yang selalu aku tunggu , senyum khusus untukku :(
Jujur aku merindukannya , sangat rindu . Bahkan sampai detik ini aku belum bisa lupakan senyum itu :(
Aku ingin memilikinya lagi walau aku tau itu hanyalah sebuah MIMPI !

Untuk kamu pemilik senyum itu , terimakasih atas senyum terindah yang pernah kau beri :')


#10juni2013

Pemilik Mata Indah Itu

Kubuka mataku dan kulirik jam di handphoneku menunjukan pukul 17.07 . Ah , lagi-lagi aku telat , pikirku .
Dengan cepat aku beranjak bangun dan bersiap-siap untuk pergi. Mini dress rajutan berwarna kuning dengan sendal berwarna serupa serta rambut yang diikat agak tinggi , begitulah kira-kira style ku sore ini. Tujuanku adalah pantai. Rumahku memang tidak terlalu jauh dari pantai yang biasa kukunjungi. Aku hanya melewati jalan setapak yang menghubungkan rumahku dengan pantai itu. Aku pasti terlambat lagi , pikirku.

Sesampainya di pantai ku edarkan pandanganku ke semua orang yang lalu lalang di pantai itu . Dan akhirnya pandanganku terhenti kepada seorang lelaki dengan gitarnya yang duduk di bawah pohon kelapa sambil memandang kearah matahari yang akan menenggelamkan sinarnya.

Perlahan kulangkahkan kakiku untuk mendekatinya. Semakin dekat dan semakin dekat. Seketika itu juga ia menoleh kearahku. Dia menatapku dan tersenyum.
"Telat lagi ven? Sunsetnya udah lewat tuh", Katanya.
"Tadi ketiduran" , jawabku singkat.
Lagi lagi dia menatapku. Menatap dengan mata coklatnya yang indah itu. Mata itulah alasan utamaku menghabiskan setiap soreku disini. Ya mata itulah yang menghipnotisku. Mata itu yang perlahan-lahan menimbulkan rasa rindu untuk melihatnya lagi. Mungkin ini yang dikatakan cinta tanpa alasan.
Yang ia tau alasan utamaku kesini adalah melihat sunset. Ah , padahal itu hanya alasan-alasanku yg selanjutnya.
Jika hari sudah mulai gelap pertemuan itupun selesai. Begitulah pertemuanku setiap hari dengannya , selalu begitu. Sudah seperti ritual wajib untuk kami berdua. Hampir 4 bulan terakhir ini kami selalu melakukan ritual itu.

Esok harinya aku datang lebih awal dari kemarin. Sekitar pukul 16.36 aku sudah duduk manis menunggu pemilik mata indah itu. Kali ini dia yang terlambat , kataku di dalam hati sambil sedikit tertawa kecil. Pukul 17.00 dia belum juga muncul. Tidak biasanya, pikirku. Kira-kira setengah jam kemudian dia datang dengan berlari dan nafasnya yg tidak beraturan.
"Ah, aku telat" katanya sedikit berteriak sambil melihat ke arah matahari yang menampakkan cahaya kemerah-merahan.
"Darimana? Tumben" kataku penasaran.
"Tadi rencananya mau ngajak temen kesini, awalnya dia mau , tapi tiba-tiba dia bilang gak bisa. Kamu udah lama ?"
"Lumayan"
"Maaf ya?"
"Iya, santai aja"
Iapun duduk disebelahku , memetik gitarnya dan memainkan lagu sendu. Tidak biasanya dia memainkan lagu seperti ini. Biasanya selalu semangat. Dan itu , mata itu berbeda. Tidak pernah sebelumnya mata itu terlihat kosong dan hampa. Ada apa dengannya hari ini ? Ah , mungkin hanya perasaanku saja.

...

Kring.. Kring.. Kring..
Jam wekker ku berbunyi. Biasanya jam itu menunjukan jam mandi soreku.
Seketika mataku menjadi bulat membesar. Dengan setengah melompat aku bangun dari tempat tidurku dan langsung mencuci mukaku yang kusut.
Kuambil sweaterku dan langsung menuju pantai.
"Duh , ini sudah sangat sangatlah telat , dia pasti sudah lama berada disana duluan" kataku kesal.
Sampai dipantai langsung ketujukan pandanganku ke arah tempat duduk kami biasanya. Dia tidak ada. Ntah kemana. Mungkin sedang membeli minuman , kataku mencoba menghibur diri.
Hari mulai gelap , dia tetap tidak ada menampakkan diri. Dapat kupastikan bahwa dia tidak datang sore ini.
Akhir-akhir ini dia tidak seperti pencinta sunset yg aku kenal. Dia berubah. Pernah suatu hari dia berkata bahwa ia tidak ingin melewati satu sorepun tanpa melihat matahari terbenam. Tapi hari ini dia mengingkarinya.

Keesokan harinya aku tidak terlambat , aku sengaja datang lebih awal , dan yang pasti hari ini aku tidak lagi ketiduran.
Sampai di pantai aku langsung memusatkan perhatianku ke bawah pohon kelapa , ya tempat favorit kami. Tapi aku sedikit binggung karna disana ada seorang lelaki dan seorang wanita anggun menempati tempat kami biasanya. Kuberanikan diri untuk berjalan mendekat. Semakin dekat aku semakin mengenali siapa laki-laki itu.
Ya, dia adalah lelaki pemilik mata indah yang kupuja selama ini. Tak lama kulihat wanita itu berdiri sambil menarik tangan lelaki itu.
"Sayang, antarin aku pulang yuk , udah sore"
"Tapi mataharinya kan belom terbenam, rugi kalau gak liat"
"Udah ah , kan bisa lain kali"
Kudengar sedikit pembicaraan mereka. Apa ? Sayang ? Jadi wanita itu pacarnya ? Aku kira hanya aku yang akan selalu menemani setiap sorenya. Tapi ternyata aku salah. Dia sudah punya pujaannya sendiri , Bahkan jauh lebih cantik dan jauh lebih feminim dariku.

Akupun berbalik arah setelah melihat mereka menjauh meninggalkan pantai. Kusesali semua waktu yang telah kusia-siakan setiap sorenya di 4 bulan terakhir. Tak terasa di jalan mataku meneteskan sedikit demi sedikit bukti kekecewaan.

Sore-sore selanjutnya tak pernah lagi kulihat lelaki bermata indah itu. Mungkin ia terlalu sibuk dengan urusannya. Bisa jadi urusan dengan pacarnya. Mungkin dia juga lupa akan janjinya pada matahari dan janjinya denganku, ya aku , gadis yang mencintainya lewat keindahan matahari terbenam.


#selesai
#05022014

K I T A

Cinta itu sederhana, sesederhana aku menatapmu dari kejauhan selama tiga tahun terakhir ini. Awalnya kita hanyalah teman yang sangat dekat , bisa dibilang sahabat , tapi sebenarnya dari awal bertemu aku sudah mengagumimu lebih dari sekedar teman biasa. Kamu sempurna, sesempurna mentari pagi yang menyinari bumi dan sesempurna bulan yang menebar cahaya disaat malam.

Sewaktu SMP semua masih baik-baik saja, semua berjalan seperti biasa, seperti aku tak mengagumimu, begitu pula sebaliknya. Kita lalui hari bersama dengan tawa yang selalu ada. Seiring berjalannya waktu tidak terasa kita sudah bersahabat selama 3 tahun, ini saatnya kita berpisah, aku tidak lagi satu sekolah dengannmu, kita menjauh tapi masih sering memberi kabarsatu sama lain.

Ku kira setelah kita berpisah kita akan menjauh, tapi ternyata tidak, kita semakin dekat biarpun tidak bertemu, kamu semakin sering memberi kabar, baik via telfon, sms maupun sosial media. Awalnya aku biasa saja, aku anggap itu hanya sedekarperhatian kepada seorang teman lama,tapi sepertinya aku salah. Ada hari dimanakamu benar-benar bersikap lain dari biasanya.

“Aku suka sama kau sel”

Itu kata-kata darimu yang aku ingat. Aku tertawa, kamumemang selalu berhasil membuat aku lupa sejenak akan masalahku.

 “Jangan bercanda”

Aku masih tidak percaya padamu, apalagi kamu memang suka mengerjaiku sejak dulu

“aku serius”

Tawaku terhenti. Aku mulai berfikir kenapa kamu bisa sepertiini. Setengah hatiku merasa senang , tapi setengahnya lagi aku takut, aku takut kalau itu hanya salah satu leluconmu. Aku masih tak percaya padamu. Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri agar tidak masuk kedalam perangkapmu. Aku pasti akansangat malu kalau itu sampai terjadi. Karna aku anggap itu hanya permainanmu,akupun menolaknya. Aku tidak tau apakah aku akan menyesal atau menertawakandiriku sendiri yang hampir tertipu. Hari-hari selanjutnya kamu mulai jarangmengabariku, aku mulai takut apa yang kamu katakan dulu memang benar-benarserius.

Hampir sebulan setelah kejadian itu berlalu dan tetap tak ada satupun kabar darimu. Aku mulai percaya kamu benar-benar punya rasa itu untukku, sama seperti aku. Aku menyesali semuanya, aku benar benar bodoh karna tidak bisa mempercayaimu, padahal itu adalah kata-kata yang aku tunggu selama hampir 4 tahun. Selama itu aku memendam rasa yang sama denganmu, apa kamu tau itu? Aku berusaha untuk menahan perasaanku yang ingin memilikimu, dan disaat aku mendapat ijin untuk itu, aku malah menyia-nyiakannya.

Aku benar-benar kacau, aku binggung apa yang harus kuperbuat untuk memperbaiki hubungan kita. Aku ingin mengatakan yang sejujurnya padamu tapi kamu malah berubah cuek dan itu benar-benar membuatku down. Aku mulai pasrah dengan apa yang terjadi. Mungkin aku sudah harus melepaskanmu. Aku yang membuat hal ini terjadi, akulah yang harus menanggung akibatnya. Aku merindukan semua tentang kita yang dulu, dimana semuanya hanya sebatas sahabat, tidak cinta yang membuat semuanya menjauh. Aku rindu kamu sebagai sahabat, bukan sebagai orang yang kusayangi. Aku rindu semua tentangmu, semua hari yang pernah kita lalui , semua jalan yang pernah kita lewati, dan sebuah meja dengan dua kursi yang pernah kita duduki bersama di kelas sewaktu SMP. Kamu tau? Itu sudah cukup bagiku, tapi kenapa kamu malah berharap lebih? Apa kamu lupa  persahabatan jauh lebih indah? Lihat sajasekarang, apa kita masih dekat? Apa kita masih sering bercanda? apa kita masih sering lalui semuanya bersama? TIDAK!

Aku mungkin salah jika aku menyalahkan kita yang mempunyai rasa ini. Tapi itulah kenyataannya. Aku dan kamu menjadi ragu untuk bisa seperti dulu lagi, semua berubah dan kita menjadi kaku seperti baru mengenal.Aku benci suasana ini, bahkan sangat benci, Dan jika aku juga membenci rasa ini diciptakan untukmu, apakah aku salah?

WHY?

Pernah ada yang tanya begini :
"Kenapa mau kuliah disana? Kenapa mau jadi guru SD?"

"Saya juga gak tau" itu jawabannya.

Yang saya tau orang tua saya yang kuliahin saya disini.
Pas udah kelulusan, mereka langsung niat jadiin saya seorang guru. Bahkan mereka ngak pernah nanya saya mau jadi apa atau mau kuliah dimana.
Padahal dulu juga saya punya mimpi. Saya mau bantuin orang sakit dengan pakaian dinas saya yang serba putih :)

Sampai sekarang saya gak pernah percaya kalau jalan hidup saya nantinya gak sesuai sama apa yang saya mau.
Saya gak suka jadi guru. Saya gak ngerti gimana caranya ngomong didepan kelas setiap hari, saya juga gak ngerti gimana caranya ngejelasin materi yang mungkin sayanya juga gak paham.

Bukannya saya nyalahin orang tua saya, sebagai seorang anak wajar aja kalau sayanya cuma bisa nurut, toh nanti mreka juga yang kerja buat bayar uang kuliah saya.

Awalnya emang terpaksa, tapi lama kelamaan semuanya jadi biasa aja, ya berusaha jalanin kayak masa SMA ajalah, daripada jadi beban.

Dosen saya pernah bilang, jadi guru itu mudah, apalagi guru SD. Bisa liat senyum polos dari anak murid setiap hari, bisa liat gimana lucunya mereka waktu nanyain hal hal yang mungkin gak masuk akal, dan bahkan secara gak sadar kita bisa jadi idola mereka.

Mama saya juga pernah bilang kalau jadi guru itu kerjanya mulia, banyak pahalanya. Karna sekiller killernya seorang guru, suatu saat nanti pasti ada salah satu murid yang nyebut namanya di dalam doa sebagai tanda terimakasih.

Pas udah dipikir pikir, hidup dengan profesi sebagai seotang guru gak buruk buruk banget kan? :)